Perayaan maulid nabi di Indonesia dilaksanakan dalam bentuk yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Namun ada satu kesamaan di setiap perayaan tersebut, yaitu membaca kitab maulid nabi. Sebenarnya banyak sekali kitab maulid yang telah dikarang oleh para alim di seluruh dunia, namun yang masyhur hanya beberapa saja, khususnya di Nusantara. Berikut ini kitab-kitab Maulid yang sering digunakan beserta profil penulisnya:
1. Kitab Maulid Barzanji
Di antara kitab puji-pujian kepada Rasulullah saw yang sangat masyhur di Indonesia adalah Maulid Barzanji, yaitu kitab yang berisikan kisah perjalanan Rasullulah saw, puji-pujian kepadanya, serta doa-doa. Tidak hanya dijadikan bacaan ketika merayakan hari kelahiran Nabi saw, Maulid Barzanji juga dijadikan rutinan setiap malam Jumat atau malam Senin oleh mayoritas masyarakat.
Maulid Barzanji termasuk kitab maulid paling populer. Kitab maulid satu ini tersebar ke seluruh pelosok negeri, mulai dari negara Arab dan semua negara Islam. Bahkan banyak kita jumpai orang-orang yang menghafalnya.
Mayoritas orang Indonesia menggunakan kitab ini dalam pembacaan maulid. Pengarangnya adalah Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Maulid Barjanzi sendiri memiliki nama asli ‘Iqd Al-Jauhar Fi Mawlid An-Nabiy Al-Azhar.
Syaikh Al-Barjanzi berasal dari Barjanza, sebuah nama kota di Kurdistan. Ia sempat memimpin pemberontakan bangsa Kurdi terhadap kolonial Inggris, dan saat itulah karangannya populer karena dibacakan pada saat perang, sebagaimana Shalahuddin Al-Ayyubi yang membangkitkan semangat tentara Islam ketika perang salib dengan menyenandungkan maulid nabi.
Maulid Barzanji ini pun telah disyarahi (diberi penjelasan) oleh beberapa ulama, di antaranya: Madarijus Shu`ud ila Iktisa` al-Burud karya al-Allamah asy-Syaikh Nawawi al-Bantani, Maulidin Nabiyi ‘ala nasijil Barzanji yang dikarang oleh Asy-Syaikh Abdul Hamid bin Syaikh Muhammad ‘Ali Kudus, kemudian al-Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Ilyisy al-Azhari juga dengan kitabnya yang diberi judul Al-Qawl Al-Munji ala Mawlid al-Barzanji, ada lagi Al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar yang dikarang oleh Sayyid Ja’far bin Sayyid Ismail bin Sayyid Zainal Abidin.
2. Kitab Maulid Syaroful Anam
Kitab maulid yang satu ini tidak kalah terkenalnya dengan Al-Barjanzi, pengarangnya adalah al-Syaikh al-Imam Syihab al-Din Ahmad bin ‘Ali bin Qasim al-Maliki al-Bukhari al-Andalusi al-Mursi al-Lakhmi yang masyhur dengan sebutan al-Hariri. Mungkin banyak yang belum tahu jika pengarang tersebut berasal dari al-Andalusia.
Al-Hariri berasal dari Murcia (Mursi), satu daerah dengan Ibnu al-’Arabi al-Shufi. Ia bermazhab Maliki, mazhab resmi di al-Andalusia selama beberapa abad. Kemungkinan besar al-Hariri hidup semasa dengan Ibn al-Diba’, yaitu pada paruh pertama tahun 900 H.
Sebagaimana sering kita temukan dalam kitab maulid Ad-Dibai, setelahnya pasti dicantumkan juga maulid Barzanji dan maulid Syaroful Anam. Intinya, kitab ini begitu mashur dan sering digunakan dalam pembacaan maulid di Nusantara.
Baca Juga : Muludan Lagi Muludan Terus
Menurut Ibn al-Diba’, Maulid Syaraf al-Anam sebenarnya bagian kesembilan kitab al-Hariri yang berisi tentang Nasehat dan Kelembutan (al-Wa‘dh wa al-Raqa’iq). Kitab al-Wa‘dh wa al-Raqa’iq sendiri berjumlah 25 bagian dengan autobiografi al-Hariri. Tidak populernya al-Hariri oleh sebagian ulama menurut Ibn al-Diba’ adalah hal yang aneh dengan besarnya kitab yang telah dikarangnya.
3. Kitab Maulid Diba’
Sebagaimana yang telah disebutkan, kitab ini sering dicetak dan dibukukan bersamaan dengan dua kitab maulid di atas, Syaroful Anam dan Al-Barjanzi. Pengarangnya adalah Imam Wajihuddin Abdu Ar-Rahman bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar ad-Dibai (866 H-944 H), beliau berasal dari Zabid, salah satu kota di Yaman. Selain ulama yang produktif mengarang kitab, beliau juga dikenal sebagai ahli hadits, bahkan mencapai derajat Al-Hafiz, yaitu hafal 100.000 hadits dengan sanadnya.
Maulid Diba’ sebenarnya bukanlah nama khusus kitab ini. Sebab semua isi yang ada di dalam maulid Diba’ merupakan ringkasan dari Maulid Syaraful Anâm, karangan Syekh Syihabuddin bin Qasim, sebagaimana dijelaskan:
اِشْتَهَرَ هَذَا الْكِتَابُ بِالْمَوْلِدِ الدِّيْبَعِي نِسْبَةً إِلَى مُؤَلِّفِهِ الْمَشْهُوْرِ بِابْنِ الدِّيْبَعِ. كَانَ مُخْتَصَرًا مِنْ كِتَابِ الْمَوْلِدْ شَرَفِ الْأَنَامِ لِلشَّيْخِ شِهَابُ الدِّينِ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ قَاسِمِ الْمُرْسِيِّ الْمَشْهُوْرِ بِابْنِ قَاسِمٍ
Artinya, “Kitab ini terkenal dengan nama Maulid Diba’i, karena disandarkan kepada penyusunnya, yang dikenal dengan nama Ibnud Diba’. Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Maulid Syaraful Anâm, karangan Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Qasim al-Mursi, yang dikenal dengan nama Ibnu Qasim.” (Al-Anshari, Mil’ul Awâni, halaman 10).
Dalam Maulid Diba’ penyusun menampakkan rasa cinta pada Rasulullah saw dengan hakikat cinta, memujinya dengan hakikat pujian yang sebenarnya, mengungkapkan kerinduan dengan rindu yang sebenarnya, sehingga bisa menjadi penyebab untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus sebagai media untuk menambah cinta kepada-Nya, Rasulullah saw dan sahabatnya. Tidak hanya itu, Maulid Diba’ juga menjadi referensi untuk meneladani hidup Rasulullah saw yang menjadi rahmat kepada umatnya.
4. Kitab Maulid Simthud Duror
Kitab ini dikarang oleh al-Imam al-Arifbillah al-Qutb al-Habib ‘Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-Habsyi, beliau adalah kakek dari Habib Anis bin Alwi Al-Habsi Solo.
Beliau menulis kitab ini, dengan mendiktekannya kepada muridnya. Dimulai dari tanggal 26 Shafar 1327 H hingga awal bulan Rabiul Awal di tahun yang sama. Bukankah hal ini sangat menakjubkan? Beliau dapat menyelesaikan kitabnya hanya dalam beberapa hari saja.
Hal tersebut tidak lepas dari pertolongan Allah Swt dan derajat beliau di sisiNya. Sejak kecil, perangai dan budi pekertinya sangat terpuji, bahkan beliau sangat patuh terhadap ibunya.
Ketika sang ibu mengatakan bahwa ia tidak akan menganggap Ali kecil sebagai anaknya jika belum bertemu dengan Rasulullah Saw secara yaqdzoh (dalam keadaan sadar), awalnya beliau hanya dapat bertemu dengan Nabi dalam mimpi, namun karena kesungguhannya sekaligus rasa bakti kepada ibunya, beliau pun dapat bertemu dengan Rasulullah Saw.
5. Kitab Qasidah Burdah
Qasidah ini sangatlah terkenal di kalangan warga muslim Indonesia. Ia dikarang oleh Imam Al-Bushiri (610-695 H) dan terdiri dari 160 bait syair.
Latar belakang penulisan kitab ini adalah rasa empati beliau terhadap kemerosotan ahlak manusia pada masa itu, yaitu pada masa dinasti Ayyubiah. Beliau mengajak manusia untuk mengikuti ahlak Rasulullah Saw dengan mengarang Qasidah ini.
6. Kitab Dhiyau Al-Lami’
Kitab maulid ini adalah kitab maulid terbaru di masa ini. Pengarangnya tak asing lagi, yaitu al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Syaikh Abubakar bin Salim, ulama besar dari Hadramaut, Yaman. Beliau juga hampir setiap tahun berkunjung ke Indonesia.
Istimewanya, beliau menyelesaikan kitab ini dalam sepertiga malam. Habib Umar bin Hafidh pada suatu malam memanggil seorang muridnya kemudian beliau memerintahkannya untuk membawa pulpen dan kertas, kemudian berkata: “Tulis”, beliau pun mengucapkan maulid Dhiya’ullami’ itu mulai sepertiga malam, dan telah selesai sebelum waktu subuh. (*)