Pring Gerit

Salah satu kekayaan kebudayaan lokal (local wisdom) di daerah Banyumas sejak jaman dahulu sampai sekarang ini adalah memilih hari baik dalam seluruh aspek kehidupan agar memperoleh kebaikan dan keberkahan yang disebut Petungan.

Petungan adalah salah satu ikhtiar berdasarkan ilmu turun temurun yang diwariskan para sesepuh jaman dahulu yang kita kenal dengan sebutan Ilmu Titen. Sebuah ilmu hasil pengamatan para pujangga cerdik pandai berusia ratusan tahun dengan landasan hari pasaran taun dan windu.

Petungan digunakan dalam membangun rumah, hajatan, perjodohan, bercocok tanam, mencari rejeki, watak, kelahiran, kematian dll. Tidak semua orang mampu menguasai ngelmu petungan karena membutuhkan kecerdasaan dan kedalaman spiritual agar pemegang ilmu tersebut tidak disalah gunakan atau melenceng.

Salah satu tradisi yang menggunakan petungan adalah pernikahan. Biasanya sebelum atau sesudah lamaran, kedua calon pengantin akan ditanyakan hari kelahiran dan pasaran. Hari lahir dan pasaran kemudian akan dihitung oleh sesepuh atau lazimnya Kamitua yang ahli dalam petungan.

Hasl petungan kedua calon penganten terdapat macam macam istilah, pedaringan kenek, gotong Kliwon, Pring Gerit dll.

Pring Gerit adalah petungan pernikahan kedua calon pengantin yang mempunyai kesamaan hari kelahiran dan pasarannya. Sebagai contoh Kamis Pahing dengan Kamis Pahing. Pernikahan satu rumpun hari pasaran sebenarnya kurang sempurna.

Pernikahan satu rumpun ada juga yang menyebut Pring Sedapur mempunyai dampak kurang baik, akan menyebabkan banyak masalah baik dari sisi rejeki, kesehatan, psikologis dan ujungnya dapat mengakibatkan kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah. Bahkan ada yang ekstrim mengatakan dapat salah satu orang tuanya ada yang sakit sakitan dan meninggal.

Sebenarnya dalam petungan semua hari dan pasaran sama sama baiknya dan bisa dilakukan dengan dengan cara memilih hari pernikahan, menebus atau mengganti rugi, menghindari beberapa hal dalam tradisi adat Jawa yang disebut Waleran.

Waleran Pring Gerit ada beberapa macam diantaranya :

– Menghindari makan sayur rebung bambu selama hidup.

– Menghindari memotong (negor) pohon bambu dalam satu rumpun

– Menebus menyembelih ayam cemani (ayam berwarna hitam sekujur tubuhnya) atau bisa juga pitik walik

– Melepas sepasang burung merpati saat temu pengantin

Namun semua itu hanyalah sebuah hitungan tergantung keyakinan dan keimanan kita. Petungan hanyalah alat ukur ikhtiar manusia, bukan kebenaran mutlak. Kebenaran yang hakiki adalah milik Pangeran Sang Pencipta Jagad Raya dan Seisinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *