Catatan 100 Tahun ITB (3 Juli 1920-2020)

“Malam ini saya akan ke Bandung. Persiapan mendaftar ITB. Tapi insya Allah saya akan kembali.”

Malam itu, Sabtu malam Ahad 1 Mei 1999, bertepatan 15 Muharram 1420, MAKIYAH (Madrasah Kulliyat al-Islamiyyah) dibuka. Ada 30 santri. Kepada mereka saya bagikan lembar fotokopian Asmaul Husna. Sebagai pendiri, saya memimpin mereka untuk membaca dan nantinya diharapkan menghapal 99 Asmaul Husna.

“Asmaul husna adalah ciri khas MAKIYAH,” tegas Ustadz M Nur Muhammad Nur Yasin, kakak kandung saya, yang kini memimpin Yayasan Nidaul Fithrah dan Pesantren Mahasiswa Thaybah, tidak jauh dari kampus ITS.

Malam itu saya bergerak ke Bandung. Masih terdengar jelas, 30 remaja mengalunkan asmaul husna. Badan di dalam bus malam, tapi pikiran masih di majlis ta’lim.

Singkat cerita, menggunakan jasa warnet, saya tahu bahwa diterima di Teknik Industri ITB.

Tidak lama kemudian datang surat dari ITB. Hanya satu lembar. Tanpa kejelasan informasi, diantar Bapak kami segera ke Bandung, untuk mendaftar ulang.

Tidak diduga, ternyata calon mahasiswa lain menerima surat dari ITB lengkap dengan satu bendel lampiran. Pantas saja, semua calon mahasiswa membawa persyaratan lengkap, kecuali saya. Bagaimana bisa?

Kami pulang. Besoknya saya sudah kembali ke kampus ITB. Saya telat mendaftar ulang. Jadilah kemudian saya mendapatkan nomor induk mahasiswa (NIM) 13499099.

Daya tampung Teknik Industri ITB adalah 100 kursi, tapi satu calon mahasiswa tidak mendaftar ulang. Jadilah tinggal sembilan kurang satu (miatun illa wahid): 99 (sembilan puluh sembilan). Asmaul Husna.

Bagi orang lain itu mungkin hanya masalah nomor cantik. Bagi saya, tidak bisa tidak, setiap saya menuliskan NIM saya segera teringat Asmaul Husna dan tentu saja MAKIYAH. Sebuah pesan emosional yang sangat kuat. Akibatnya, saya sering pulang untuk mengurus MAKIYAH.

Meski sangat berat, saya harus berpikir rasional. Tahun 2002, MAKIYAH saya bubarkan. Sebagai ganti rasa bersalah saya mulai menulis Titik Ba.

Penasaran, bagaimana bisa surat pemberitahuan dari ITB hanya satu lembar tanpa lampiran satu bendel? Adakah orang yang bermaksud jahat?

Prasangka buruk sempat muncul. Itu bukan tanpa alasan. Pada saat ujian semester MAKIYAH tiba-tiba datang surat tanpa nama si pengirim. Surat kaleng! Isinya tulisan dengan huruf atau kata dari potongan koran. Tulisan yang membuat keluarga kami berang.

Beruntung kami sekeluarga diingatkan dengan ayat ini:
وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *