Esai  

Kearifan Lokal dan Ketahanan Pangan Saat Pandemi

Sejak awal bulan Maret 2020, Pemerintah telah mengumumkan bahwa Covid-19 telah menginfeksi Indonesia. Sejak saat itu hingga saat ini tulisan saya buat, angka kejadian positif covid-19 terus meningkat. Persentase kematiannya pun di Indonesia pun cukup tinggi di banding negara Asia lainnya. Pada tanggal 15 Maret 2020 kalangan pelajar dan mahasiswa mulai diterapkan untuk kegiatan belajar dari rumah. Namun setelahnya, banyak kalangan pekerja juga yang melakukan kegiatan kantornya dari rumah. 

Beberapa kalangan masih sulit untuk menerapkan aturan Social Distancing dan Physical Distancing, seperti buruh kerja, tukang ojek, sopir, pedagang di pasar, maupun sektor lain yang tidak memungkinkan untuk hanya berdiam di rumah. Pasalnya jika tidak bergerak keluar rumah mereka akan sulit untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan hingga hari ini mulai banyak masyarakat yang terkena PHK dari perusaan/pabrik dimana mereka bekerja tanpa pesangon. Tentu ini membutuhkan solusi agar semua masyarakat bisa tetap mendapatkan kebutuhan mendasar terutama makanan.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota dan provinsi sudah mulai diberlakukan. Himbauan untuk tidak mudik juga semakin sering disampaikan oleh segenap jajaran pemerintah. Semuanya dilakukan agar persebaran virus tidak semakin meluas dan tidak menambah jumlah pasien positif Covid-19 di Rumah Sakit, karena tenaga medis serta fasilitas kesehatan penanganan Covid-19 di Indonesia juga masih sangat terbatas.

Pemerintah bahkan sampai membebaskan sejumlah Narapidana dari sel tahanan dengan alasan mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Namun yang terjadi justru mereka kembali berbuat tindak kriminal selepas dari sel tahanan. Alih-alih berbuat baik dimasyarakat malah mereka semakin membuat kondisi tidak aman. Semua itu disebabkan karena selepas dari sel tahanan mereka tidak mempunyai pekerjaan, sehingga harus melakukan tindak kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dan lagi-lagi disini masalahnya adalah kebutuhan dasar-pangan.

Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, hal ini akan menjadi sebuah paradoks jika sampai terjadi masalah kelangkaan pangan. Masa-masa sulit pandemi harus dipersiapkan sedini mungkin dengan pemanfaatan sumber daya yang ada dan menghidupkan kembali kearifan lokal warisan leluhur. Harus ada upaya nyata bukan hanya dari pemerintah namun masyarakat juga hendaknya bergerak dari desa untuk mempersiapkan segala kemungkinan buruk dalam masa menghadapi pandemi atau setelahnya. Pemerintah tidak mungkin sanggup menjamin logistik secara cuma-cuma -selama masa pandemi yang entai sampai kapan ujungnya-  untuk mengenyangkan perut seluruh penduduk Indonesia, sekalipun Dana Sosial sekian ratus trilyun diluncurkan. Tetap saja, kita butuh ketahanan pangan mulai dari tingkatan lokal, yaitu rumah tangga dan desa.

Ketergantungan import bahan pangan dari negara lain harus mulai dikurangi, karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan karena seluruh dunia juga mengalami hal yang sama –berjuang menghadapi pandemi Covid19. Pengembangan agroteknologi dan pemanfaatan hasil pertanian lokal terkait pengolahan dan kajian nilai gizinya pun sudah banyak dikaji oleh universitas terkemuka di Indonesia. Indonesia memiliki banyak kekayaan budaya lokal yang berguna dalam masa-masa krisis pangan. Makanan yang tidak hanya berbahan beras sebagai sumber karbohidrat namun juga jagung, singkong, ubi jalar, talas, ganyong, dsb. Sebut saja singkong. Berapa banyak jenis makanan yang dapat dibuat dari singkong.

Sebagai salah satu contoh, Growol. Makanan tradisional khas Kulon Progo yang berbahan singkong. Dalam situs resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, Growol tertulis di catatan sejarah tahun 1814 dalam Serat Centhini Jilid V, Pupuh 349 bait 25-29 yang menceritakan makanan sayur besengek (fermentasi kacang tolo-seperti tempe-red) yang pada umumnya dihidangkan bersama nasi. Akan tetapi oelh masyarakat Kulon Progo umumnya dihidangkan dengan Growol. Selain Growol disajikan dengan sayur besengek, Growol juga menjadi teman makanan Pentho yang bahannya dari kelapa muda dan telur. Adalagi Kethak yang berbahan dasar endapan pengolahan minyak kelapa. Growol ini biasanya dipakai sebagai makanan alternatif pengganti nasi, namun dengan kadar protein yang lebih rendah. Sehingga Growol memiliki peran dalam ketahanan pangan di Kulon Progo dalam masa paceklik. 

Oleh karena itu, marilah kita mulai langkah bergerak dari bawah mengangkat kembali kearifan lokal yang sudah yang mulai terkikis pangan modern dan mempersiapkan ketahanan pangan esok hari dengan langkah-langkah mudah membangun ketahanan pangan dengan menanam tanaman pangan yang mudah dalam perawatannya seperti singkong, ubi, jagung dsb. Selain itu penting juga menanam aneka tanaman sayur, bumbu, buah lokal di pekarangan rumah kita masing-masing. Jika perlu pelihara juga ayam, ikan, atau hewan lain yang biasa dikonsumsi seandainya masih ada lahan. Apabila semua rakyat Indonesia melakukan hal tersebut terutama yang memiliki lahan di desa-desa, kemungkinan besar kita dapat melalui masa pandemi dengan baik. Bahkan setelahnya Indonesia akan lebih mandiri dalam ketahanan pangan.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *