Buat dapat SIM atau Surat Izin Mengemudi, sekitar tahun 2013 aku harus mengeluarkan budget total hampir 2800€ (sekitar 50juta rupiah).
Terbagi untuk kursus nyetir dengan biaya sekitar 2000€ secara teori (19jam) dan praktek (19jam) dimana di dalamnya diajarkan nyetir dari awal, menyetir di tempt licin ber-es, menyetir dengan simulator di tempat gelap karena tau sendiri kan cuaca di Finlandia itu kalo winter gelap dan licin.
Sebenarnya buat tes SIM di Finlandia di kantor Traffi memang gak terlalu mahal sih ya kalo dilihat dari standar living cost di luar negeri. Seingatku tahun 2014, biaya tes tulis dan praktek sekitar kurang lebih 100€.
Jadi ada sekitar 10 pertanyaan gitu dan minim harus benar 7 (seingetku) dan tes nyetir di jalan raya langsung untuk mengenal rambu-rambu dan juga cara parkir. Banyak juga orang-orang yang gagal, terutama di tes tulis. Saat itu aku pakai bahasa Inggris, kalo pake bahasa Finlandia pasti ngalamat ngulang.
Setelah lulus tes, kita dapat selembar kertas gitu buat ganti SIM sementara trus nantinya di kirim SIM yang beneran yang berlaku selama 15 tahun.
Baca Juga : Budaya Makan Lima Kali Sehari di Finlandia
Oh iya, abis lulus tes itu kita masih harus ambil kelas kursus 2x. Duh tapi aku lupa apa itu kursusnya, pokoknya yang satu itu kita di dalam mobil trus mobilnya diputer-puter gitu. Mungkin semacam safety gitu kali ya dan itu sekitar 500€+200€ kalo gak salah. Duh udah lupa karena lumayan lama sih.
Nah, SIMku ini juga mirip sim Indonesia. Jadi kalo apply SIM mobil, juga hanya bisa digunakan untuk nyetir mobil biasa. Namun, bisa untuk menyetir motor 50CC (ada peraturan tertentu dengan warga kelahiran tahun tertentu).
SIM mobilku gak bisa buat nyetir truk atau motor dan juga kendaraan lainnya, kecuali kalo aku apply sih ya. Dan untuk jenis-jenis CC motorpun juga beda-beda spesifikasi SIMnya tapi semuanya disatukan dalam 1 kartu. Jadi kalo kita apply buat nyetir kendaraan lain, tinggal ditambahkan di situ.
Walaupun mahal, punya SIM di Finlandia worthed banget apalagi buat aku yang punya anak, lebih praktis buat mobile sehari-hari walaupun budaya di sini orang lebih suka naik public transport, sepedahan atau jalan kaki. Tapi kan aku orang Indonesia pada umumnya ya, agak males jalan maunya ngenggg.