Membayangkan Bumi Bebas Sampah Plastik

MEMBAYANGKAN bumi bebas sampah plastik, bagi sebagian orang adalah TIDAK MUNGKIN. Karena seringnya kita melihat beronggok-onggok sampah dimana-mana yang sebagian didominasi oleh plastik. Bukan tanpa alasan, karena setiap elemen dari aktivitas kita berhubungan dengan plastik. Dari sekitar tempat tinggal, tempat kerja, lingkungan sekolah, taman bermain, kita bisa menjumpai barang-barang yang 80% adalah plastik, sisanya berupa sampah sayur-sayuran, kaleng, dan kertas-kertas.

Dewasa ini kehidupan kita selalu bersinggungan dengan apa-apa yang terbuat dari plastik. Dari mulai bangun tidur, ingin minum galon gelas yang kita pakai terbuat dari plastik. Ke kamar mandi lihat ember terbuat dari plastik, tempat sabun, sampo, odol terbuat dari plastik, bak mandi terbuat dari plastik, gantungan pakaian. Kursi dan mejapun ada yang terbuat dari plastik, tempat makan, alat pembungkus, kantong belanjaan. Alangkah bermanfaatnya plastik ini.

Dari bakelit, saran/polyvinyldien, polyethylen, plastik sintesis semuanya bikin kecanduan karena praktis, murah, gampang digunakan tapi juga sangat merugikan karena tidak bisa di urai oleh mikroorganisme yang menjadikannya akan tetap ada meski tertimbun atau tenggelam di selang waktu 10 tahun lebih. Pernah dengar kasus penyu makan sampah plastik kan?

Membayangkan bumi bebas plastik tentunya jauh dari kata “Bisa/mungkin”. Ada banyak kepala, ada banyak negara dan banyak keputusan jika gagasan bebas plastik ini benar-benar di galakkan di bumi tercinta yang sudah mulai tua ini.

Tapi bagi sebagian orang tentu saja ini mungkin, setidaknya di daerah yang mereka tempati sendiri. Sudah dari lama banyak sekali orang-orang, komunitas dan lembaga-lembaga mengkampanyekan hal luar biasa ini yaitu “ NO PLASTIK”. Dengan kampanye ini, mereka menawarkan sebuah langkah alternatif dengan membawa kantong ramah lingkungan, kantong bekas koran, atau kantong bekas yang masih layak di pakai. Keren sekali.

Melalui Peraturan Walikota Denpasar No 36/ 2018 tentang “Pengurangan penggunaan kantong plastik” dan Peraturan Gubernur Bali No 97/2018 tentang pembatasan timbunan sampah plastik sekali pakai, Bali menjadi Proviinsi pertama di Indonesia yang pertama meregulasi peraturan tentang pembatasan plastik.

Mulai 1 januari 2019 yang lalu, Bali telah resmi melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di swalayan dan toko modern. Melalui aturan tersebut walikota Denpasar menghimbau agar setiap pelaku usaha menggunakan kantong alternatif ramah lingkungan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap plastik.

Dengan catatan, pembatasan penggunaan kantong plastik ini masih di lakukan di toko-toko modern ya, jadi jika kamu ke warung lokal di Bali, kamu masih bisa menjumpai penggunaan kantong plastik, sedotan dan sejenisnya. Tapi faktanya setelah hampir setengah tahun lebih ini masyarakat lebih tertarik kok membawa kantong belanjaan sendiri yang mereka bawa kemana-mana.

Masyarakat jadi lebih peduli dan perhatian untuk membawa setidaknya satu kantong ramah lingkungan kemanapun setiap belanja atau mungkin jalan-jalan. Iyalah dari pada ribet untuk membawa dengan tangan kosong lebih baik bawa kantong sendiri, rasanya pepatah “bawa payung sebelum hujan” akan sangat relevan dengan bawa kantong sebelum belanja.

Ada cerita yang baru saja saya tonton di TED Talks yaitu tentang kampanye “Say no to Plastic Bag”. video berdurasi 11:01 yang di upload tahun 2016 itu bercerita tentang dua anak perempuan bersaudara yang tidak sekalipun ragu membuat kampanye itu dan melakukan aksi mogok makan demi melancarkan aksinya.

Anggaplah mereka adalah seorang anak-anak, atau bocah yang punya gagasan dan aksi yang patut di acungi jempol. Tapi dari aksi mereka yang dimulai sekitar tahun 2012 ini mereka telah membuat gubernur Bali ikut dalam aksinya dengan membuat pergub tadi. Mungkin mereka bukanlah faktor utama dalam dibentuknya pergub tadi, tapi tetap saja mereka membangun peran penting dalam perubahan ini.

Mereka adalah dua bersaudara Melati dan Issabel Wejsen. Dan ceramah yang mereka berikan sewaktu di TED Talks yang saya tonton, membuat miris sendiri. Bali dengan peredaran turis paling besar di Indonesia, menghasilkan sampah 680 m³ dan yang didaur ulang hanya 5% per tahun. Miris bukan?

Jangan dibayangkan bagaimana membiasakan diri membawa kantong ramah lingkungan, atau menjelaskan kepada para customer di tempat bekerja bahwa sekarang tidak menyediakan kantong. Atau ikut kena imbas dari sambatnya customer karena mereka mengomel tidak bawa kantong. Tapi dari kebijakan ini banyak juga yang mendukung dan terima-terima saja resiko tidak membawa kantong plastik.

Mungkin apa yang dilakukan Bali sekarang ini bukan satu hal yang dapat mengubah 100% penggunaan plastik, tapi bayangkan jika apa yang dilakukan bisa mengurangi 1% polusi plastik setiap bulannya, dan satu tahun bisa 12% dari polusi plastik itu sendiri.

Alih-alih membuang plastik bekas belanjaan yang tidak bisa diurai dalam 10 tahun kedepan atau lebih, kenapa kita tidak menggunakannya selama 10 hari kedepan jika masih layak digunakan? Keren bukan?

Dan ketika kita kita mengurangi salah satu penyebab polusi di Bumi ini, bukankah ini juga suatu langkah dari pada mencintai bumi dan mengembalikan bumi seperti sediakala? Setidaknya tidak seperti sekarang.

Baca Juga : Saran Yang Tepat bagi Asmara Orang Gendut

Bali selalu unik dengan segalanya. Dengan keindahan pulaunya lah, orang-orangnya lah, budayanya lah dan gerakan-gerakannya. Dan gerakan “NO PLASTIK” yang ada di Bali ini malah disuarakan oleh kebanyakan bule-bule yang baru atau sudah lama menetap.

Tidak salah sih, karena mungkin mereka prihatin dengan keindahan Bali yang tercemar oleh plastik-plastik, pulau yang selama ini mereka kagumi. Mereka juga bagian dari Bali. Sebagai orang lokal pasti akan lebih merasa tersindir jika melihat mereka lebih aktif dari kita dalam menjaga lingkungan yang kita tinggali ini. Iya dong, yang Aseng-aseng aja peduli masa kita yang punya tanah kelahiran malah abai?

Jadi sekarang belanja di warung tidak pakai plastik. Di mini market atau di swalayan pun juga begitu. Yang tadinya hanya sebuah Kampanye malah sekarang menjadi seperti people vibes, bukan hanya kantong plastik, tapi juga sedotan dan botol-botol minum.

Kesadaran dengan mengurangi kantong plastik bisa kita mulai dari sekarang, meminimalisir penggunaan plastik yang kita gunakan. Atau coba memilah mana sampah yang bisa kita daur ulang dan mana yang harus kita musnahkan.

Tidak usah repot-repot membayangkan bahwa bagaimana bumi tanpa plastik yang sekali pakai? Bayangkan saja dulu bagaimana negaramu tanpa plastik, atau begini bagaimana Jawa tanpa plastik? Tidak harus Jawa deh, Ajibarang deh? Atau Desamu tanpa plastik? Atau begini saja biar lebih mudah kita mulai dengan bagaimana saya hidup tanpa plastik sekali pakai?

Bukan berarti kita harus benar-benar meninggalkan plastik, itu sulit. Tapi bagaimana kita dengan bijak menggunakan plastik sesuai kebutuhan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *