Seperti ditulis sebelumnya, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dimulai pada tahun 170 H, ketika Khaizuran, Ibu khalifah Musa memerintahkan penduduk Madinah dan Mekah untuk merayakan Maulid Nabi SAW. Setelah peristiwa tersebut agaknya perayaan Maulid Nabi berlangsung tidak hanya di Mekah dan Madinah, tapi mulai menyebar ke daerah lain mengingat luasnya kekuasaan imperium Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.
Beberapa ratus tahun setelah masa Khaizuran dan Khalifah Harun al Rasyid, Dinasti Fatimiyah yang berkuasa di Mesir 362-567 H. juga menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi, hanya saja perhatian mereka lebih tertuju pada perayaan hari besar Syiah, seperti Assyura, ‘Id al Ghadir, al Khalij, ‘Id Adha, dan Layali Wuqud.
Menurut Abdul Mun’im Sultan dalam bukunya yang berjudul al Hayat al Ijtimaiyah fi ‘Asr al Fatimiy al Ihtilafat Anazaka, perayaan Maulid Nabi era dinasti Fatimiyah dilakukan secara sederhana yaitu dengan membagikan manisan dan sedekah. Perayaan yang dilakukan secara meriah adalah perayaan hari besar Syiah. Karena itu Maulid Nabi menjadi identik dengan syiah, dan seringkali dijadikan alasan untuk menolaknya. Padahal kaum sunni juga merayakannya.
Paling tidak, dalam tradisi sunni dapat kita temukan ada beberapa tempat yang merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pertama, Perayaan Maulid Nabi yang diprakarsai oleh penguasa Syria terkenal, Nur al Din (569 H), seorang Khalifah yang terkenal akan kesalehan, dan kezuhudannya. Nur Addin tidak menganggap perayaan Maulid sebagai praktik keagamaan menyimpang, sebaliknya dia malah merayakannya dengan cara: Api dinyalakan, tamu-tamu diterima, ada pembacaan syair.
Kedua, Perayaan Maulid Nabi yang diprakarsai oleh ‘Umar al Malla tokoh besar kota Mosul. Seorang ulama yang paling dihormati Nur al Din. Setiap tahun ‘Umar al Malla merayakan peringatan Maulid Nabi saw yang dihadiri raja dan para pejabat Mosul.
Baca Juga : Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Ketiga, Perayaan Maulid Nabi di Mekah sebagaimana didokumentasikan Ibnu Jubair (614 H).
Keempat, Perayaan Maulid oleh Muzaffar al Din Kokburi seorang penguasa dai Irbil. Muzafar pada mulanya adalah panglima andalan Salahudin Alayubi, tapi lebih dikenal sebagai inisiator perayaan Maulid Nabi Muhammad karena di eranya diadakan perayaan Maulid Nabi secara megah. Masyarakat berdatangan dari berbagai penjuru dunia Islam ketika diadakan Maulid Nabi. Muzaffar membuat 20 kubah lebih yang terbuat dari kayu dan dihiasi dengan hiasan yang indah. Pada puncak acara Maulid Nabi menu yang dihidangkan tidak kurang dari 5000 kepala kambing, 10.000 ekor ayam, 100 kuda dan puluhan jenis makanan dan buah-buahan. Setelah semua berkumpul dimulailah ceramah Maulid Nabi disampaikan, dan dilanjutkan dengan qasidah-qasidah sampai pagi lagi.
Di Sabtah, sebuah wilayah di barat Islam, perayaan maulid Nabi dipopulerkan oleh Abu al-Abbas al Azzafi (557 H) seorang hakim Agung yang dikenal sebagai pakar hukum, ahli tauhid dan tassawuf. Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw diadakan di Sabtah untuk mengalihkan perhatian orang-orang Islam Sabtah agar tidak mengikuti perayaan-perayaan Kristen. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh anaknya Abu Qosim. Maulid dipolpulerkan Abu Qosim di Sabtah pada saat terjadi ancaman yang luar biasa kuatnya dari pihak Kristen. Disisi lain, Maulid Nabi ini untuk meneguhkan identitas keislaman Sabtah. (*)