Esai  

Sektor Pertanian yang Presisi

Perdebatan mengenai impor beras di saat panen raya, harga gabah jatuh saat panen raya, gagal panen akibat serangan hama penyakit dan banjir seolah menjadi persoalan “rutin” yang berulang setiap tahun.

Salah satu permasalahannya adalah terkait dengan bagaimana pengelolaan big data pertanian yang di “manage” dengan baik seperti jumlah petani dengan kepemilikan lahannya, menanam apa dimana, kebutuhan pupuk berapa, kapan panen dan kemana pemasarannya baik domestik, antar pulau atau ekspor. Big Data yang dikelola dengan mantap akan mewujudkan pertanian yang presisi.

Adaptasi dengan kondisi pandemi serta bergulirnya teknologi revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan yang sangat signifikan, tidak hanya pada bergesernya jenis teknologi yang kita gunakan, tetapi lebih penting lagi adalah perubahan pola pikir dan perilaku (habbit and mindset) termasuk pada para petani.

Sistem pertanian tidak lagi hanya dipersepsikan sebagai kegiatan bercocok tanam semata, tetapi pertanian merupakan bagian sistem industri yang ditandai dengan transformasi bahan baku (raw materials) menjadi produk pertanian (agricultural products) yang siap untuk dimanfaatkan, memiliki nilai tambah (added value), baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan.

Big Data merupakan kumpulan data berukuran sangat besar yang kemudian akan dianalisa atau diolah untuk keperluan tertentu utamanya menjadi dasar pembuatan keputusan (decision making), prediksi, dan evaluasi. Sebuah data bisa disebut big data jika velocity (kecepatan arus perubahan data), variety dan volume nya besar. Analisa dilakukan dengan mengkoleksi data dengan sebuah formulasi proses data yang canggih. Data yang besar diolah dengan mengeluruh sehingga mampu menyediakan informasi secara cepat, akurat dan presisi.

Big data untuk sektor pertanian dapat diperoleh dari pendekatan holistik yang terdiri atas sektor yang terkait seperti data tanah, iklim, panen, agribisnis, dan pola tanam.

Untuk membuat keputusan yang tepat, petani tidak dapat hanya mengandalkan satu jenis data saja. Sumber data yang dapat bermanfaat dalam pertanian antara lain adalah data cuaca, satelit remote sensing, geospasial, penginderaan jauh (drone), sensor tanah, dan kamera.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan beberapa teknik seperti pembelajaran mesin, platform berbasis cloud, pemrosesan gambar, pemodelan dan simulasi, sistem informasi geografis (GIS). Data pertanian merupakan big data yang fokus terhadap informasi yang terkait dengan pertanian dan membutuhkan pendekatan analitis tertentu dan teknologi yang dapat mengubah data menjadi suatu nilai yang dapat diterapkan dalam pertanian.

Pertanian presisi merupakan konsep pertanian dengan pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input), efisiensi tinggi, dan pertanian berkelanjutan yang didasarkan pada pertimbangan analisa data dan informasi yang valid terkonfirmasi.

Definisi lain menyebutkan pula bahwa pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan pendekatan sistem yang memperhatikan Input, Proses, Output.

Ketepatan pemanfaatan resource dalam pola produksi pertanian haruslah dilihat dari berbagai sudut pandang untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, antara lain perspektif manajerial, tingkatan teknologi, aspek ekonomi, lingkungan sosial budaya masyarakat petani.

Pertanian presisi sebagai teknologi baru yang sudah demikian berkembang di luar negeri perlu segera dimulai penelitiannya di Indonesia untuk memungkinkan perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan.

Baca Juga : Manifestasi Quran dan Hadis dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Maksud tersebut dapat dicapai dengan pertanian presisi melalui kegiatan pembuatan peta hasil (yield map), peta tanah (soil map), peta pertumbuhan tanaman (growth map), peta informasi lahan (field information map), penentuan laju aplikasi (variable rate application), pembuatan yield sensor, pembuatan variable rate applicator.

Smart Agriculture

Tantangan global apalagi dalam kondisi pandemic menuntut hadirnya pertanian berkelanjutan di banyak negara termasuk Indonesia. Pertanian masa depan menuntut presisi dan terintegrasi yang bertumpu informasi dan produksi. Memanfaatkan teknologi di tiap simpul proses dari hulu ke hilir mengacu lokasi, waktu dan konsumen. Pasalnya, pasar dan konsumen global kian peduli dan cermat terhadap produk pertanian yang prima dan sehat, dapat secara mudah dilacak menjadi tuntutan utama.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2013 menjelaskan jumlah kelembagaan petani/kelompok tani di Indonesia adalah 307.309 unit dengan anggota 10.056.241 petani. Data tersebut menunjukkan masih banyak petani yang belum tergabung dalam kelompok tani. Realitas ini berdampak pada masih sulitnya pendampingan petani dalam mengadopsi teknologi.

Kelembagaan petani yang dinamis dan adaptif diharapkan mampu mengaplikasikan teknologi informasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan informasi serta akses pada sumber informasi secara global sehingga memberikan jawaban atas persoalan-persoalan pertanian. Upaya ini semakin diperlukan dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.

Diperlukan terobosan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial dalam suatu komunitas.

Kelembagaan pertanian juga memiliki titik strategis (entry point) dalam menggerakkan sistem agrobisnis di perdesaan.

Smart agriculture adalah konsep teknologi yang dapat mengatasi ancaman, tantangan, dan resiko seperti perubahan iklim, penyakit dan serangan hama, juga menjaga ketahanan dengan memanfaatkan teknologi big data analytics yang berbasiskan analisis cuaca, informasi sensor tanah, serta pencitraan satelit dan drone yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

Terkadang, data yang saat ini kita peroleh adalah data yang tidak up to date atau data yang selesai diolah 2 tahun sebelumnya. Agar kebijakan itu terus dapat sesuai dengan kebutuhan terkini, maka fungsi Big Data harus dioptimalkan, yaitu yang bersumber dari remote sensing (GIS) dan survei maupun dari sumber yang lebih modern yang berasal dari drone, IOT dan digital tools seperti media sosial (Facebook, twitter, IG,)

Masalah klasik petani saat ini adalah hasil panennya harga komoditas anjlok, Big data dalam hasil panen dan harga dapat digunakan dalam prediksi rantai pasok pertanian sehingga dapat menanggung kerusakan akibat fluktuasi harga dan juga melimpahnya hasil panen di daerah tertentu. (*)

Penulis: Opik MahendraEditor: Doni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *