Tafsir Jalalain, Biang Utama Kehancuran Sains Umat Islam

Astronomi sangat penting dalam menentukan arah kiblat, awal bulan, jadwal pertanian dan pedoman pelayaran. Alamiah, setelah menyerap khazanah keilmuan Yunani, apabila astronomi menjadi sains yang sangat berkembang di dunia Islam.

Sebagai contoh, sosok ulama besar seperti al-Battani (858-929) menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya (matahari) menghabiskan waktu 365 hari 5 jam 46 menit dan 24 detik. Perhitungan ini mendekati perhitungan terkini, yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. Berkat penemuan Al-Battani, kita dapat memahami durasi revolusi bumi dengan lebih akurat. Sebuah karomah yang manfaatnya dirasakan hingga sekarang!

Selanjutnya muncul ulama besar lain bernama al-Biruni (973-1048). Ilmuwan Muslim yang hidup pada abad pertengahan, berhasil mengukur diameter Bumi dengan luar biasa akurat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jari-jari Bumi adalah 6.339,6 kilometer. Temuan ini hanya meleset kurang dari 1% dari perhitungan modern yang mencatat sekitar 6.356,7 kilometer. Kecerdasannya dalam menggunakan matematika dan astronomi untuk mengukur keliling Bumi membuatnya dijuluki “Ustadz fil Ulum” atau “guru segala ilmu” oleh banyak sarjana modern.

Baca Juga : Sains dan Agama, Debat Tanpa Ujung

Setelah para ulama besar mengembangkan geografi dan astronomi, dua serangkai sains terkemuka waktu itu menjadi fondasi teknologi maritim yang sanggup menjelajah bola bumi. Yaitu setelah Konstantinopel direbut oleh penguasa Turki ‘Utsmani pada 1453, Eropa tertantang untuk menemukan jalur baru ke Nusantara.

Maka sungguh di luar nalar ketika di dunia Islam justru disebarkan ajaran bumi datar. Didukung penguasa Mamluk yang khawatir dengan ekspansi Turki ‘Utsmani, dua sosok bernama Jalaluddin menulis kitab tafsir yang kemudian dikenal sebagai tafsir Jalalain.

Lugas di dalam tafsir Jalalain dikobarkan semangat anti sains. Temuan astronomi oleh para ulama selama berabad-abad dimentahkan begitu saja. Bumi tidaklah bulat seperti dikatakan ahli astronomi, tapi datar menurut ahli agama.

Di mana-mana umat Islam dicekoki ajaran bumi datar. Pada saat yang sama, Spanyol dan Portugis berbagi bola bumi untuk dijelajahi dan dijajah. Tidak lama setelah tafsir Jalalain terbit, Portugis telah sampai di Nusantara.

Kini, berbekal dari umat Islam, sains di Eropa sedang diarahkan untuk kolonisasi planet Mars. Sementara itu yang tersisa di tengah umat Islam adalah ilmu falak yang tidak sanggup menjadi panduan pendaratan manusia di bulan, hanya untuk mengintip bulan.

Susah dipahami nalar, bagaimana dari penafsiran al-Qur’an muncul ajaran yang sesat dan menyesatkan, kebodohan yang sungguh terlalu. Apapun itulah fakta sejarah, yang seharusnya kita terima dengan jujur sebagai bekal berbenah.

Fakta sejarah, Husain dan sains terbunuh dalam peradaban Islam. Susah diterima, tapi itulah fakta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *