Esai  

Wabah dan Keakuan Diri

Semenjak Covid-19 masuk ke Indonesia, satu per satu masalah dan perdebatan muncul mengiringi perkembangan persebarannya. Mulai dari masalah karena kendala pelajar/ mahasiswa belajar di rumah, ibu-ibu yang menggantikan tugas guru di rumah, hingga urusan agama seperti shalat berjamaah di masjid dan shalat jum’at juga ditiadakan sementara di beberapa daerah. Bahkan di beberapa titik di Indonesia terjadi penolakan masyarakat terhadap jenazah Covid-19. Tak luput ribuan buruh yang mengalami PHK.

Semuanya menghendaki kehidupan sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Disisi lain mungkin ada yang merasa bahwa Covid-19 menjadi jalan berkah tersendiri, ada yang laris berjualan kebutuhan saat Covid-19. Ada juga orang tua/anak yang merasa senang karena bisa lebih sering berkumpul dengan keluarga. Mungkin saja ada orang yang lebih menikmati keterisolasian sebagai uzlah. Beberapa pihak juga pastinya ada yang kejatuhan durian runtuh di tengah pandemi ini.

Senang-tidaknya kita masuk dalam fase dunia yang seperti ini tidaklah dihadapi sendirian, melainkan seluruh manusia di dunia. Memang, hati lebih tenang ketika kebetulan kita tinggal di desa yang jauh dari akses kota, sehingga kehidupan seolah biasa saja, tidak terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Di desa mungkin masih banyak stok pangan dari sawah dan ladang. 

Badai kegelisahan datang dari banyak orang yang memiliki tanggungan angsuran, para buruh harian, sopir angkot, ojek,  juga para pedagang asongan/keliling. Meningkatnya tindak kriminal, kekerasan dalam rumah tangga juga tak luput dari perhatian. Mungkin sebagian besar merasa lebih susah dalam menjalani kehidupan selama Pandemi Covid-19. Namun, disisi lain banyak juga orang-orang mampu atau berkecukupan yang rela berbagi dengan orang lain untuk mengatasi masa-masa sulit.

Banyak aktivitas galang dana, donasi gabungan maupun mandiri kemudian disalurkan kepada pihak yang membutuhkan baik itu kebutuhan pokok ataupun APD bahkan hingga relawan yang menyediakan lahan bagi jenazah Covid-19 yang ditolak. Nah, pada bagian ini sudah banyak muncul jiwa-jiwa sosial untuk bersatu saling membantu. Tentu hal tersebut meredam gejolak krisis pangan selama masa pandemi.

Terkait dengan itu gejolak yang masih sulit diredam adalah banyaknya pro kontra dan asumsi-asumsi pribadi –sebagai contoh dalam agama Islam– seputar dilarangnya shalat berjamaah di masjid, jum’atan, azan, bahkan aktivitas rutin ramadhan dan hari raya di bulan syawal pun dihimbau untuk dilaksanakan di rumah saja.

Bagi sebagian orang yang fanatik dalam menjalankan agama mungkin menganggap semua itu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Langkah antisipasi yang sudah diperhitungkan Pemerintah maupun Majlis Ulama Indonesia  akan membuat mereka merasa terhalangi menjalankan perintah agama. Terlebih orang-orang yang merasa di wilayahnya masih zona hijau, belum kuning, apalagi merah. Hal tersebut juga membuat perdebatan dengan kalangan yang menyetujui langkah pemerintah seperti paramedis, kalangan moderat dan agamis kontekstualis.

Ramai bersliweran di sosmed bagaimana mereka berargumen, misalnya mengutip hadits yang mengatakan bahwa jika tidak shalat jum’at tiga kali maka termasuk dalam golongan orang munafik. Mereka takut dengan Cap Munafik, karena tidak shalat jum’at sebanyak tiga kali atau lebih di tengah pandemi Covid-19 yang kian meningkat jumlah penderitanya. 

Memang di beberapa masjid masih diadakan shalat jum’at, azan pun masih dikumandangkan sebagaimana biasa. Namun semua kembali pada tinjaun wilayah masing-masing bagaimana pergerakan warganya yang ikut melaksanakan shalat jum’at, seharusnya memang terpantau dan diantisipasi sebaik mungkin. Semuanya perlu dijalankan dengan hati yang lapang dan ikhlas.

Kelapangan hati dan keikhlasan menerima kondisi adalah hal yang sangat penting dalam menghadapi masa-masa sulit sebagaimana pandemi global ini. Hati yang masih butuh pengakuan “shaleh dan tidak munafik” dari  pandangan lain selain Allah akan meronta ketika pemuas rasa shalehnya itu ditiadakan. Orang-orang seperti itu masih membutuhkan media untuk mengaktualisasikan rasa ketaatan dalam menjalankan syariat. 

Padahal, Jelas Allah berfirman dalam hadits qudsi yang artinya “Qolbu orang yang beriman adalah rumah Allah”. Sekalipun seluruh bumi rata dengan tanah, jika memang iman ditanam dirawat dipupuk tumbuh subur dalam hati. Tetap tenang walau apapun terjadi. Satu-satunya yang dalam diri manusia yang tidak bisa di ambil dari orang lain adalah keyakinan yang kuat (iman) tertancap di dalam hati.

Jika secara kebetulan tinggal di wilayah yang meniadakan sementara kegiatan di masjid semestinya dihadapi dan diterima dengan penuh kelapangan hati serta keikhlasan, Allah menilai manusia diluar jangkauan pemahaman manusia itu sendiri. Ada kisah ahli ibadah yang menjadi ahli neraka dan ada pula kisah ahli ma’siyat yang jadi ahli surga. Ketenangan hati membawa pada kedamaian semesta.

Dan apabila keadaan menempatkan kita di wilayah yang masih diadakan shalat jum’at maka dihadapilah dengan bijaksana sesuai dengan kondisi di masa pandemi. Tetap diperhatikan upaya antisipasi penyebaran Covid-19. Meski demikian juga tidak merasa sedang lebih diberkahi karena masih bisa shalat jum’at sehingga dengan otomatis menganggap bahwa yang tidak dapat melaksakan shalat jumat adalah hamba yang tidak disayangiNya.

Pandemi Covid-19 mengajak kita melepas ke-aku-an dalam setiap perbuatan, dalam rutinitas agama, dan dalam menghadapi ujian kehidupan. Ke-aku-an adalah penghalang manusia dalam bertauhid. Karena bertauhid adalah meniadakan yang lain selain-Nya. Covid-19 tidak hanya memulihkan ekosistem di bumi namun juga memulihkan spirit tauhid dalam hati manusia. Semua manusia harus melepaskan atribut-atribut dalam bertuhan, dan setiap jiwa harus kembali pada fitrahnya masing-masing. 

Jika semua orang berkesadaran demikian, maka kehidupan di bumi setelah pandemi Covid-19 akan lebih indah. Sebagian besar manusia bisa mengikis rasa ke-aku-an. Semua menyatu dalam kesatuan semesta. Merasakan rasa yang sama dalam bertuhan -kedamaian-.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *