Berawal Dari Komik dan Majalah Bekas

KECINTAAN saya pada buku bacaan bermula dari hal kecil. Saya masih ingat ketika Ibu mengajak ke toko buku satria di Purwokerto, saya membeli komik gareng petruk. Siapa sangka, komik tipis ini yang memantik kegemaran saya pada buku bacaan.

Beberapa saat kemudian saya berkenalan dengan Majalah Bobo dan Donal Bebek. Sejak saat itu hari Rabu adalah hari yang selalu saya tunggu. Bobo terbit setiap kamis namun biasanya hari Rabu sudah tersedia di toko buku. Saya sering bersepeda berkilo kilo jauhnya ke toko loak untuk membeli Bobo terbitan lama. Sayangnya SD saya tidak memiliki perpustakaan. Jadi Majalah Bobo dan terkadang Donal Bebek adalah kemewahan literasi saya saat itu.

Alhamdulillah, saya diterima di salah satu SMP favorit di Purwokerto. SMP ini memiliki perpustakaan yang meski ruangannya sempit namun koleksinya lumayan. Sewaktu SMP saya membaca berbagai ragam roman seperti Sengsara Membawa Nikmat, Salah Pilih, Salah Asuhan dan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk.

Pubertas Intelektualitas

SMP adalah masa pubertas saya. Pubertas intelektualitas juga pubertas remaja. Saya pernah bongkar bongkar lemari mbah dan menemukan buku (terjemahan) karya Said Hawwa. Meski nggak mudeng dengan sebagian besar isinya, namun saat itulah pertama kalinya saya mempertanyakan dan mempertentangkan antara Pancasila, Indonesia, dan sistem Islam (Disclaimer: Persoalan ini sudah selesai, Alhamdulillah saya berjodoh dengan guru fisika SMA yang membimbing saya tentang persoalan ini. Pada intinya tidak ada yang perlu dipertentangkan, saya memilih untuk mengikuti guru fisika SMA saya dan ulama-ulama NU terkait hubungan Islam dan negara).

Saya juga gemar bersepeda ke perpustakaan daerah sampai Ayah saya melarang setelah menemukan saya membawa pulang buku karangan Ayatullah Khomeini.

Baca Juga : We Are Indonesian Muslim, Not Muslim in Indonesia

SMP adalah masa-masa galau. Galau intelektualitas juga galau masa remaja. Saya rutin membaca majalah “Panjebar Semangat”, majalah berbahasa jawa dan memiliki bagian yang juga ditulis dengan tulisan jawa (hanacaraka). Saya hapal jalan cerita 18 parwa Mahabarata. Saat itu saya gemar menggali sejarah dan falsafah jawa. Saya ingin menjadi seorang Jawa yang njawani. Saya tulis di kamar saya saat itu -> Paugeran Gesang (pegangan hidup) : 1. Islam 2. Budaya Jawa

Perjumpaan saya dengan roman-roman seperti kasih tak sampai, sengsara membawa nikmat dsb merupakan manifestasi pubertas dan kegalauan masa remaja. Seperti lazimnya anak remaja, saya jatuh cinta. Namun saat itu saya masih pemalu dan tidak percaya diri. Saya hanya berani menatapnya dalam diam di kelas. Pelarian saya adalah puisi dan roman2 percintaan. Gaya bahasa yang terkandung menjadi pelipur lara hati yang dirundung cinta.

SMA adalah perjumpaan awal saya dengan Fisika. Berhubung saat itu saya mengikuti kejuaraan olimpiade Fisika, literasi saya berkutat seputar Fisika dan Kalkulus.

Perjalanan Literasi

Kuliah di ITB selama 6 tahun adalah fase besar dalam perjalanan literasi saya. Berhubung label aktivis sudah terlanjur melekat, biar afdol berbagai buku saya lahap, dari berbagai topik juga berbagai spektrum. Dari spektrum kiri seperti Pendidikan kaum tertindas, Madilog hingga spektrum kanan seperti tulisan-tulisan Anis matta di Majalah tarbawi juga pemikiran Hasan Al Bana. Saya baca buku buku Pramodya Ananta Toer mulai dari yang terkenal seperti Bumi Manusia hingga yang jarang disebut seperti Arok Dedes.

Salah satu hal yang paling seru adalah kosan saya merupakan basecamp anak-anak HTI, sementara saya sering nongkrong dan gaul dengan anak anak Sunken Court (yang sering dituduh kekiri2an) dan saya bersahabat baik dengan kawan kawan tarbiyah. Pergaulan ini membawa saya ke dunia literasi yang begitu berwarna, saya berkenalan dengan buku dan ide dari berbagai spektrum.

Baca Juga : Ruang Publik dan Geliat Literasi

Waktu itu saya bertekad untuk selalu membaca tiga jenis buku: Fisika, Sastra, dan Sosial. Sayangnya saya tidak begitu konsisten. Ada masanya kuliah Fisika saya terbengkalai hingga saya perlu 6 tahun untuk lulus dari ITB.

Saat ini saya masih membaca, terutama ketika jenuh dengan Fisika.

*****

Jadi apa kesimpulannya?

Pada intinya, semua berawal dari Komik Gareng petruk, Majalah Bobo dan donal bebek. Mari kita tanamkan kecintaan baca pada anak-anak kita, tetangga-tetangga kita. Siapa yang punya buku bacaan berlebih bisa membuka taman bacaan untuk anak-anak tetangga. Siapa tahu ada diantara mereka yang mengawali dengan komik dan pada akhirnya menjadi intelektual terkemuka.

Semoga bermanfaat

Exit mobile version