Depth Perception

Sejak kecil saya nggak suka pelajaran olahraga. Saya hampir dipastikan selalu gagal memukul bola saat permainan kasti, saya tidak bisa lompat tinggi, sering diskualifikasi saat lompat jauh, tidak bisa bulu tangkis apalagi tenis.

Waktu SMP saya nangis donk karana pas ujian ga bisa lompat tinggi, dan diskualifikasi pas lompat jauh. Penyebabnya padahal karena saya ngga bisa lihat garis horizontal saat lompat tinggi, dan ngga lihat garis batas untuk lompat jauhnya dimana.

Saat persami, kalau harus melompati selokan atau rintangan, saya memilih nyemplung sekalian. Saat meniti jembatan silinder baru selangkah sudah kecebur.

Walau sudah setua ini saya juga tidak bisa naik sepeda, sulit menyeberang jalan dan baru bisa mengendarai sepeda motor setelah anak kedua lahir. Itu pun dengan beberapa keterbatasan.

Orang tua dulu melihat saya hanya tidak berbakat, ceroboh dan penakut. Saya pun, menilai diri saya begitu. Kan, orang memang tidak harus bisa semua hal?

Nah barulah belum lama ini saya menyadari bahwa penyebab dari semua itu karena gangguan pada mata saya.

Minus yg lumayan ditambah astigmatisme yang juga lumayan, strabimus walaupun nggak nampak kalau nggak diamati, dan mata yang tak sama kuat, ternyata kombinasi yang gak asyik.

Jadi, mata saya kesulitan memperkirakan jarak, kedalaman dan bidang 3 dimensi, lalu sulit melihat garis lurus ditambah blurry karena minus.

Sampai sekarang walaupun sudah bisa naik motor saya tidak bisa mengendarainya di gang yang terlalu sempit. Jika berpapasan dengan kendaraan lain di jalan kecil, saya memilih berhenti. Saya tidak berani melipir diantara kendaraan lain karena tidak bisa memperkirakan jaraknya.

Baca Juga : Kenangan Hangat dengan Kopi

Saya juga sulit melihat kawat jemuran karena terlalu kecil, dan karena tidak bisa memperkirakan jaraknya, saya harus memegang kawatnya dulu baru menaruh jemuran.

Lutut atau lengan juga sering memar karena nabrak sesuatu. Ya ampun.. dari kecil, saya mengira semua itu terjadi karena saya memang ceroboh aja.. ya cerobohnya mungkin benar, tp ada faktor lain. Hahaa.

Intinya masing-masing jenis gangguan pada mata memiliki dampaknya sendiri-sendiri, dan ketika semua gangguan disatukan jadi lebih ngga asyik lagi.

Kalau dulu ketahuan dan diantisipasi atau diadaptasi mungkin akan beda ceritanya ya.. walaupun sama-sama tetap ngga bisa olahraga yang berhubungan dengan memukul dan mengejar bola, sulit menyeberang atau mengendarai kendaraan, dll, saya mungkin tidak akan tumbuh dengan menilai diri sendiri sebagai penakut, ceroboh dan sejenisnya…wkwkwk.

Nah loh, jadi lebih memperhatikan hal-hal kecil mulai sekarang ya.. juga, harus lebih perhatian sama perilaku dan kebiasaan anak-anak kita.. mungkin sebenarnya ga ada lho anak yg by defaultnya ceroboh atau penakut. Apalagi berasumsi ceroboh dan penakutnya turunan..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *