Jumat, 16 maret 2018 adalah kali pertama dalam hidup saya ikut menyemarakkan tradisi adat umat hindu yaitu perayaan nyepi. Ingat, menyemarakkan ya.
Jumat kala itu terasa berbeda dengan jumat biasanya. Jalanan sedari pagi sudah ramai, seperti ramainya menjelang lebaran kalau di Jawa.
Para pedagang canang (red:sajen) yang lama maupun yang dadakan sudah bertebaran disisi jalan. Toko kelontong sampai toko sayur sudah sesak oleh orang-orang yang belanja keperluan untuk nyepi nantinya.
Tapi, pagi itu mendung menyelimuti langit bagian Dalung, Kuta Utara. Riuh orang-orang menepi karena gerimis turun tiba-tiba. Kemudian disusul hujan deras selama dua jam sekaligus.
Sorenya, jalanan berangsur padat oleh motor-motor dan mobil pribadi, tahu sendiri di bali jarang ada kendaraan umum. Jalanan semakin macet, ketika jalan-jalan mulai ditutup karena perayaan nyepi ini.
Perayaan nyepi identik dengan pagelaran ogoh-ogoh yang dilaksanakan pada malam sebelum nyepi atau biasa disebut malam pangrupukan.
Ogoh-ogoh sendiri adalah suatu gambaran dari raksasa-raksasa yang diyakini ada di Bali. Dilansir dari wikipedia.id Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa.
Sebelum jam enam sore saya malah sudah berkeliling melihat satu-persatu ogoh-ogoh yang akan mengikuti pangkrupukan.
Semarak pengrupukan ini tentu saja mengundang minat yang besar dari wisatawan dan berjibun manusia. Sesekali berfoto di depan ogoh-ogoh dan melakukan swafoto bersama anak-anak yang mengarak ogoh-ogoh.
Karena ini adalah kontes per banjar tentu saja ogoh-ogoh yang ditampilkan pun semakin bertaburan kreativitas. Oh ya ogoh-ogoh ini dibuat oleh kreativitas anak muda per banjar di setiap kecamatan.
Lama pengerjaannya pun berbeda-beda tergantung kesulitan pengerjaannya. Pada saat acara, ogoh-ogoh akan diarak ke bunderan dengan iringan orang menari dan tabuhan gamelan juga panasnya obor.
Dipadukan dengan suara gamelan dan obor obor yang dipegang oleh ge ge yang sudah didandani seperti penari maupun selerti, ogoh-ogoh itu sendiri membuat suasana menjadi semakin ramai adanya.
Bagi saya sendiri, ogoh-ogoh ini bentuknya kelewat seram bagi saya yang baru melihatnya. Dengan gigi bertaring panjang, rambut panjang, kuku panjang, perut buncit, kulit yang hitam semakin menggambarkan bahwa ini benar-benar raksasa. Mungkin seperti Rahwana?
Pada malam itu arak-arakan ogoh-ogoh dari berbagai banjar (RW) diadu keapikan dan kreativitasnya antar banjar se kecamatan.
Biasanya dilaksanakan di pusat kota atau kecamatan, diarak memutari patung di pusat kota dan kembali ke banjar masing-masing.
selain identik dengan pagelaran ogoh-ogoh, nyepi juga adalah momen pulang kampong bagi para perantau di kota. Arak-arakan dimulai selepas jam tujuh malam WITA sampai selesai kira-kira dini hari.
Pagi nya ritual nyepi dilakukan selama 24 jam penuh. Mulai dari jam 5 pagi, sampai jam 5 pagi esok hari.
Para umat hindu sembahyang dan puasa pada saat nyepi, sedangkan umat lain paling tidak menghormati hari nyepi dengan tidak menganggu dan mengikuti peraturan adat yang ada.
Cahaya-cahaya sebisa mungkin ditutup setiap celah jalannya supaya tidak masuk dalam ruangan. Sepengalaman saya, jendela-jendela yang biaanya mempunyai ventilasi diatasnya harus ditutup koran atau benda lain.
Saya bahkan pernah menutupi apotek dengan koran secara keseluruhan karena apotek tidak punya pintu seperti ruko atau toko lain.
Warga, juga turis diharapkan tetap berada dirumah dan tidak berjalan-jalan apalagi menimbulkan kegaduhan, kalaupun keluar rumah toh ada pecalang yang siap menghadang.
Pecalang atau polisi adat selama nyepi biasa berjaga untuk menghindari warga atau turis-turis secara sengaja keluar rumah atau membuat kegaduhan.
Menyambut nyepi di bali justru diawali dengan perayaan yang begitu semarak. Melihat bagaimana kompak dan kreatifnya Para gek gek (gadis bali) dan bli bli (mas-mas bali) dalam mengemas nyepi dengan begitu antusiasnya. Tidak dipungkiri bahwa saya melihat ketulusan dan partisipasi yang besar dalam bentuk tenaga pikiran dan finansial terjadi dalam satu acara pengrupukan ini.
Iri sebenarnya ketika melihat anak muda Bali yang masih mau menyempatkan diri untuk melestarikan budaya yang ada sejak lama dan menularkannya kepada adik-adiknya dengan cara yang sangat efektif yaitu keikutsertaan dalam arak-arakan ini.
Nyepi diharapkan membuat umat manusia sekali lagi mengingat akan alam, menyatu dengan alam dan mengingat kebesaran akan yang maha Esa. Entah dari mana kamu berasal atau apa agamamu, secara umum nyepi diharapkan mampu membuat kita sejenak beristirahat dalam kesibukan duniawi. Tidak ada suara lain, selain suara kita sendiri.
Nyepi bisa dijadikan agenda jika kamu merasa perlu menyepi beneran di pojok ruangan, merefleksikan diri, tanpa harus dibilang lebay.
Rahajeng rahina nyepi caka 1940 semeton sinamian dumogi rahayu rahajeng.