Suluk  

Selesai dengan Diri Sendiri

Dia orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.” Ini adalah kalimat yang sering terlontar ketika saya dan kawan2 sedang membicarakan tokoh yang kami kagumi.

Kami selalu kagum dengan orang2 yang meluangkan waktu, tenaga dan hidupnya untuk masyarakat; apapun skalanya. Kami menganggap bahwa orang yang totalitas dalam berjuang adalah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Namun, apa sejatinya makna dibalik kata : “sudah selesai dengan dirinya sendiri ?”

Bisa jadi kata “selesai” merujuk pada orang tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Wajar jika kita berpikir bagaimana orang mampu berjuang sedangkan perutnya masih lapar. Namun Rasul kita yang mulia mengemban tugas dakwah yang maha berat sementara sesekali perutnya diganjal batu karena lapar. Bahkan pernah selama tiga purnama tak ada api yang menyala di rumah baginda Rasul.

Bisa jadi kata “selesai” merujuk pada orang yang tak memiliki masalah pelik di keluarga terdekatnya hingga orang tersebut mampu mencurahkan perhatiannya pada skala yang lebih besar: kemaslahatan umat. Namun bukankah Rasul kita merasa sedih hatinya saat pamanda tercintanya Abu Thalib meninggal dalam kondisi tidak beriman. Jika ini adalah sebuah persoalan, Rasul tetap mencurahkan segenap perhatiannya pada umat bahkan ketika Beliau masih memiliki persoalan pelik di keluarga terdekatnya.

Barangkali memang kata “selesai dengan dirinya sendiri” adalah kata yang absurd. Jika perjuangan adalah lahan bagi orang2 yang sudah menyelesaikan persoalan diri dan keluarganya, maka boleh jadi takkan pernah ada pejuang di muka bumi ini.

*****
Kata mentor saya dulu : “Selama masih hidup, orang pasti akan selalu sibuk. Jika kita tidak menyibukan diri dalam kebaikan maka otomatis pikiran kita akan disibukan dengan hal yang buruk.”

Senada dengan pernyataan diatas, selama masih hidup orang pasti akan selalu dirundung masalah. Jika kita tidak menyibukan diri dengan masalah-masalah umat atau lingkungan sekitar, maka Allah akan menyibukan kita dengan masalah-masalah pribadi dan keluarga.

Baca Juga : Berpangkal Pada Diri, Bukan Pada Dunia

Sebaliknya, jika kita menyibukan diri dengan persoalan-persoalan umat, maka Allah akan meringankan masalah-masalah diri dan keluarga, Insya Allah.

Banyak bertebaran kisah-kisah para pejuang yang nampak mendedikasikan segenap waktunya untuk berjuang, namun dia tak nampak kekurangan sama sekali.
Bukankah Allah telah berjanji :

“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim)

*****
Mulai dari mana?
Bismillah, mari kita mulai dari Surat Al Ma’un :

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Karena orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri adalah orang yang telah menyerahkan urusan diri dan keluarganya pada Allah (tentu saja tanpa melalaikan) sementara Ia meluangkan waktu dan hidupnya untuk persoalan umat.

Karena Ia yakin pada Janji Allah, bahwa Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.

Karena Ia mencintai Rasulullah, dan Rasul kita amat tinggi cintanya pada Anak yatim dan fakir miskin.

Dan tidaklah disebut seorang pecinta sejati jika Ia tidak mencintai apa-apa yang dicintai oleh yang dicintainya.

-Tallahassee, dini hari yang biasa –

*Peneliti nuklir, bekerja di Thomas Jefferson Lab Amerika Serikat

Penulis: Zulkaida AkbarEditor: Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *