Ya, Diri Sendiri !

Anggapan direkayasa menjadi kenyataan, jadilah kenyataan yang direkayasa atau rekayasa yang menjadi kenyataan. Dunia kini dalam genggaman, jari-jari melemparkan diri entah kemana, andai kita tahu…

Saat berkaca, terlihat wajah yang asing, dingin, mungkin tanpa diri

Pada suatu hari, mungkin di tahun 2020, seorang cewek ABG sebut saja Bugi, nun jauh di pelosok desa di pegunungan sana, berkelana di dunia maya, membuka situs-situs asing di internet, mengupas habis-habisan web site yang memuat jati diri diva jazz dunia yang lagi naik daun.

Dari sudut kamar rumahnya, anak petani itu menggengam dunia. Ayahnya sibuk dengan ladang jagung hibrida yang sebentar lagi dipanen. Ibunya, tengah khusyuk melantunkan Shalawat Badar pada khaul seorang kyai yang gegap gempita.

Betapa kontradiktif, timpang, ambivalen, ruwet dan sulit dibaca. Dunia Bugi demikian hiruk pikuk, meskipun cewek berjilbab dan bertato di dekat pusar itu jarang keluar rumah. Jarang nongkrong dan ngobrol bersama tetanga. Bahkan nama ketua RT dimana dia tinggal tidaklah penting baginya.

Eitt.., Smartphone Bugi tiba-tiba berbunyi, ada WA masuk. “Hai bangun ! pesananmu datang neh.. ngumpul di tempat biasa ntar malem. See U later N thx 4 coming”, pesan di WA itu sangat menggoda. Korden jendela kamar dibuka, sinar matahari menerobos lubang jendela, jam sepuluh pagi.

Petangnya, langit berwarna kesumba, sebentar kemudian Adzan Maghrib berkumandang. Mukena dilekatkan Bugi di dadanya. Bersama adiknya yang masih SD, Bugi menuju Masjid, Sholat maghrib. Malam minggu, hati Bugi bergetar, memutar otak, mencari alas an ke bapak ibunya agar boleh keluar malam. Tak tik dicari, muslihat beraksi.

“Bu.. saya ada diskusi malam ini, mungkin pulang pagi”.

“Diskusi apa? Masa sampai pagi?”, jawab ibunya heran.

“Ah, pokoknya diskusi remaja ngebahas isu global, seruu! Ibu pasti nggak tahu”, balas Bugi sambil membetulkan bros warna pink di jilbabnya.

“Hati-hati ya nak, HP jangan dimatikan”, Ibunya percaya.

Berjilbab, menenteng tas. Bugi melesat dengan sepeda motor matic ke rumah temannya.

“Hai anak alim dateng, kik kik kik”, kata Joshua di halaman rumah. Dua cewek ABG lainnya ketawa renyah. Jilbab Bugi ditanggalkan, kini kostum berubahbugi menyulap diri jadi gaul buanget, dengan kaus ketat dan blue jins belel. Naik mobil eropa, bersama dua teman cewek dan tiga teman cowoknya yang ia kenal hasil chat di facebook, melesat di kegelapan malam menuju vip room karaoke. Tengah malam pindah ke Diskotik, minum entah apa, menelan pil entah apa, merokok entah apa. Angannya melambung, di dunia entah itu, Bugi bercanda dan bernyanyi bersama dengan diva jazz pujaannya. HP dimatikan.

Jam 4 pagi, sambil membetulkan letak bros jilbabnya, Bugi mengetuk pintu rumah. Ibunya keluar, bergegas ia masuk kamar, berwudlu dan sholat subuh. “Biarkan Bugi tidur pak, dia kecapaian diskusi tidur tadi malam, dia sudah sholat subuh kok, dia baik-baik saja kok”, ujar Ibu Bugi melarang suaminya saat hendak membangunkan Bugi anak sulungnya.

Di mata tetangga, Bugi adalah sosok yang baik-baik saja. Cewek berjilbab yang rajin sholat, patuh pada orang tua. Fasih membaca Al Quran, mahir pula main gitar dan fasih nyanyi cas cis cus lagu jazz dan RnB. Ya, Bugi tetap rajin belajar, tetapi dia masgul kalau ada acara televise kesukaannya terlewat tidak ditonton.

Tiga hari Bugi tidak pulang, pamitnya ada diskusi soal remaja muslim di tiga tempat. Paginya kampung gempar. Koran local memberitakan: Cewek berparas cantik, ditemukan tewas di sebuah vip room karaoke pusat kota. Dari mulutnya keluar buih, diduga cewek bertato di pusar itu over dosis. Polisi mengamankan tas berisi mukena dan kartu OSIS atas nama Bugi. Lima temannya yang sudah teridentifikasi kini dalam pengejaran untuk dimintai keterangan.

Orang tua Bugi shock berat. Tetangga kampung terheran-heran. Bugi manis yang fasih membaca Al Quran, juara kelas pidato bahasa inggris itu tewas karena over dosis. “Ah mana mungkin dia begitu”, kata seorang pelayat.

Sebulan kemudian, Ibu Bugi trenyuh saat masuk ke kamar mendian anak sulungnya. “Benda inikah yang telah menculik putriku? Andai aku tahu tentang benda ini”, katanya dalam hati, sambil terus memandangi gadget di kamar putrinya itu.

***

Dunia orang tua Bugi tentulah lebih sederhana. Menjadi manusia baik-baik saja di dunia dan akhirat kelak. Berusaha keras mencari harta, tetapi tidak lupa beramal, tak kenal dunia maya, kurang terpengaruh siaran televisi. Dunia Bugi adalah dunia yang gegap gempita meskipun sepi di ruang kamar. Dunia kini dalam genggaman. Semakin sulit menjadi diri sendiri, ya diri sendiri yang benar-benar diri sendiri. Selamat berburu jati diri, meskipun sulit tak boleh menyerah.

Pijar lampu kota yang terang benderang, tetaplah bukan matahari. Sengguk tangis yang menjadi-jadi kadang terdengar seperti orang tertawa. Sengkuni yang berdandan mirip Arya Setyaki, kadang kita anggap benar-benar Arya Setyaki.

Bila…ada adalah…tidak ada
Bila…apa yang kau tahu…salah
Bila…apa yang kau dengar…bohong
Apakah langit, memang benar di atas kita
Apakah langit, memang biru-biru warnanya
Apakah langit, memang benar-benar adanya
Tiada kebenaran hakiki, yang ada cuma hanya
Engkau di sana dan akulah milikMU

(dua bait lagu nonsense-nya Dewa dalam album Laskar Cinta)

***

Hatiku yang terus mengembara ini membawa diri ke tempat yang dikutuk oleh segala kitab suci di dunia. Tapi engkau hatiku, berkitab sendiri, tiada sudi mendengarkan kitab lain….

(tulisan penyair Amir Hamzah pada 1930-an, saat berkunjung ke pulau Bali)

Penulis: Amin RomanEditor: Admin
Exit mobile version